Tampilkan postingan dengan label doa khutbah jumat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label doa khutbah jumat. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Desember 2016

KHUTBAH JUMAT MEMBANGUN MASYARAKAT BERAKHLAK MULIA



Dr. Usman Syihab, MA

Jamaah jumat yang baerbahagia.
Mari kita sama-sama senantiasa meningkatkan keimana dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Meningkatkan kuantitas dan kualitas Ibadah kita. Menjalankan dengan ihlas perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangaNya.
Hadirin yang rahima kumullah

Sebagai masyarakat Muslim di negara ini, kita harus menjadi masyarakat yang berakhlak mulia. Masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, terutama dalam berinteraksi  sosial dalam kehidupan kita.


  
Akhlak adalah tiang utama masyarakat. Masyarakat yang ideal dan berbudaya adalah masyarakat yang memiliki akhlak mulia. Masyarakat yang tidak menjunjung tinggi akhlak mulia, dan bahkan kehilangan akhlak akan masyarakat tersebt akan lemah, terpuruk dan bahkan akan hancur. Sebuah syair mengatakan
إنما الأمم الأخلاق ما بقيت فإن ذهبت أخلاقهم ذهبو
Suatu bangsa dapat bertahan selama ia memiliki akhlak mulia, bila akhlaknya hilang maka bangsa itu akan runtuh.

Rasulullah SAW lahir dan dihadirkan oleh Allah SWT di atas muka bumi ini misi utamanya adalah menyempurnakan akhlak mulia, dan mendidik umatnya karakter yang baik. Rasulullah SAW bersabda:
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
(Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia-HR Al-Bukhari)


Akhlak mulia bagi Rasulullah SAW merupakan indikator kuat dan tidaknya iman seseorang: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Hakim)
Hampir semua syariat yang Allah SWT perintahkan kepada umat manusia, apapun bentuk syariat itu ujung-ujungnya sebenarnya kita diajak untuk menata akhlak. Baik akhlak terhadap Allah maupun akhlak manusia dengan sesamanya. Bahkan akhlak kita terhadap lingkungan sekitar. Perintah melaksanakan shalat, umpanya, merupakan perintah yang bertujuan untuk menata akhlak. Firman Allah SWT:
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ
(Laksanakanlah shalat, karena sesungguhnya shalat itu bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar) (QS Al Ankabut : 45). Jadi essensi shalat, jika kita ingin melihat apakah shalat kita benar atau tidak dampaknya akhlak yang kita rasakan di lapangan.
Agama kita mengajarkan kepada kita nilai-nilai moral atau akhlak mulia yang harus kita miliki dan harus kita laksanakan dalam hubungan kita sesama manusia dan dalam kehidupan kita dalam bermasyarakat:

1. Berlaku Jujur:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
“Hendaklah kamu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa seseorang ke Surga, dan jika seseorang selalu berlaku jujur serta memilih kejujuran sehingga akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur.” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Menunaikan Amanah:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
 إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا ﴿٥٨﴾
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An Nisaa’: 58)
3. Menepati Janji
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا ﴿٣٤﴾
“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya.” (QS. Al Israa’: 34)
4. Berlaku adil.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ  يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٩٠﴾
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan, memberi kepada kaum kerabat, dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)
5. Menghormati orang tua
وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين إحسانا إما يبلغن عندك الكبر أحدهما أو كلاهما فلا تقل لهما أف ولا تنهرهما وقل لهما قولا كريما واخفض لهما جناح الذل من الرحمة وقل رب ارحمهما كما ربياني صغيرا  

Hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-Isra/17:23)

6. Tawadhu’ (berendah diri):
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
 وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ ﴿٨٨﴾
“Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al Hijr: 88)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اَللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا، حَتَّى لَا يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk bertawadhu’, sehingga tidak ada lagi orang yang bersikap sombong dan angkuh terhadap yang lain.” (HR. Muslim)
7. Menyambung Tali Silaturrahim (Hubungan Kekeluargaan):
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ, فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezkinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturrahim.” (HR. Bukhari)
8. Berucap dengan ucapan yang baik, Berlaku Baik kepada Tetangga dan  Memuliakan Tamu:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكِرمْ ضَيْفَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia muliakan tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari-Muslim)
9. Dermawan:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى جَوَّادٌ يُحِبُّ الْجُوْدَ وَ يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأَخْلاَقَ وَ يَكْرَهُ سَفْسَافَهَا
“Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Pemurah, Dia mencintai sifat pemurah (dermawan), Dia mencintai akhlak yang tinggi dan membenci akhlak yang rendah.” (HR. Baihaqi)
10. Santun dan Pemaaf:
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
 وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا  أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّـهُ لَكُمْ وَاللَّـهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٢٢﴾
“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?” (QS. An Nuur: 22)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Allah tidaklah menambahkan hamba-Nya yang selalu memaafkan kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu’ karena Allah kecuali Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim)
11. Mendamaikan Manusia:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ألاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَ الصَّلاَةِ وَ الصَّدَقَةِ؟ إِصْلاَحُ ذَاتَ الْبَيْنِ فَإِنَّ فَسَادَ ذاَتَ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ
“Maukah kamu aku beritahukan hal yang lebih utama dari derajat puasa, shalat dan sedekah (sunat)? Yaitu mendamaikan orang yang bermusuhan, karena merusak hubungan adalah yang memangkas (agama).” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi(
12. Berkasih Sayang:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِرْحَمُوْا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya yang ada di atas langit (Allah) akan menyayangimu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Hakim)
13. Saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa:
وتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى ...
 “Dan saling tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebajikan dan ketakwaan..” (al-Maidah (5): 2)
14.  Peduli dan empati:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Orang-orang Mukmin lelaki dan perempuan satu sama lain adalah penanggungjawab, yang masing-masing menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran...” (al-Taubah (9): 71).
15. Saling memberi nasehat dalam kebenaran dan kesabaran:
وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. 103:3)

16. Saling amar makruf dan nahi munkar:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذا، وَأَسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Rabu, 26 Oktober 2016

Khutbah Jumat Lengkap dengan Judul Tobat




Tobat Sebagai Jalan Menuju Kesuksesan


Dalam sebuah riwayat Rasulullah Saw pernah didatangi malaikat, yang kemudian membedah dada beliau, untuk disucikan lalu disi dengan sifat-sifat mulia. Peristiwa itu tidak hanya terjadi sekali, namun sampai tiga kali. Yaitu  sewaktu beliau berusaia 4 tahun, saat beliau berusia 10 tahun, dan saat beliau berusaia 50 tahun.  Dalam literatur sejarah Islam peritiwa itu dikenal dengan syakku sahdri ( pembedahan dada Rasulullah). 

Dalam perjalanan hidup menuju kesempurnaan dan kebahgaiaan selalu dimulai dengan mensucikan jiwa. Jika Rasulullah sendiri diperlukan pembedahan seperti itu, maka, bagi kita umatnya yang dapat kita lakukan melalui sebenar-benarnya taubat (taubatan nasuha).
Taubat ini sangat esensial terkait dengan perjalanan hidup kita kemudian. Bahkan, para nabi pun memerlukan diri untuk bertaubat sebelum melangkah memulai perjalanan sucinya. Ketika kali pertama  Nabi Adam menginjakkan di muka bumi,  yang ia lakukan adalah bertaubat. 

Kalimat yang sering kita dengar:  Rabbana dhalamna anfusana waillam taghfir lana watarhamna lanakunanna minal khasirin. (Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menganiaya diri kami, jika Engkau  mengampuni kami dan merahmati kami niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi).Setelah pertaubatan itu, melangkahlah Nabi Adam yang kemudian memakmurkan bumi ini secara berkelanjutan. 

Nabi Musa yang dikenal gagah perkasa itu bertaubat dengan meminta ampun setelah memohon agar Allah Swt memeprlihatkan zat-Nya untuk memperkuat iman Musa. Saat Allah hanya memperlihatkan cahaya-Nya, melelehlah bukit, dan Musa yang perkasa itu pingsan. Permintaan agar Allah memperlihatkan diri itu akhirnya ia sesali, dan memohon ampunlah Musa kepada Allah. Subhanaka tubtu ilaika wana awwalul mukminin. (Maha suci Engkau, aku bertaubat kembali kepada-Mu, dan aku menyatakan orang pertama yang beriman).  Musa bertaubat.

Dalam taubat terkandung ketulusan, keikhlasan, pengakuan akan keagungan Allah. Sikap inilah yang mendatangkan pertolongan dan bimbingan (inayah wa ri’ayah) dari Allah. Saat seorang hamba berusaha melepaskan diri dari pengaruh setan dalam dirinya, dalam bentuk keinginan kuat untuk bersimpuh di hadapan Allah, maka pada saat yang sama pertolongan Allah datang padanya.

Bimbingan dan dekapan Allah akan langsung ia peroleh. Istagfiru rabbakum innahu kana ghaffara. (Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu sesungguhnya daia maha pengampun.) Semakin ia dekat dan cinta kepada Allah, pertolongan dan bimbingan-Nya akan semakin banyak ia raih.  Dalam sebuah hadis qudsi dinyatakan, “Siapa yang mendekat kepad-Ku satu jengkal, Aku akan mendekatinya satu hasta,  siapa yang mendekatik-Ku satu hasta, Aku akan mendekatinya lebih cepat dari itu. Dan jika dia mendekat kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan berlari.”

Oleh karena itu, meski Rasulullah manusia ma’shum, yang terhindar dari segala bentuk dosa dan kesalahan, toh beliau senantiasa mengatakan, “Aku adalah nabi yang suka bertaubat.”  Bahkan dalam satu riwayat, dalam setiap hari beliau bertaubat lebih dari tujuh puluh kali. Dalam riwayat lain, lebih dari seratus kali.  Tentu taubat yang dilakukan Nabi bukan untuk tujuan pengampuanan dosa, sebagimana taubatnya orang awam, namun bentuk taqarrub kepada Allah swt. Bentuk syukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah.


Saat para sahabat bertanya perihal mengapa Nabi yang sudah ma’shum namun masih selalu memohon ampun, selalu shalat malam, jawab Nabi adalah: “Apa saya tidak ingin menjadi hamba yang selalu bersyukur kepada-Nya.”

Selain berfungsi sebagai memohon ampunan, bertaubat mendatangkan ekonomi (addu’aul iqtishad). Perhatikan firman Allah dalam surat Nuh ayat 10-12, “Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, esungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”

Taubat sejati menjadi sebab tumbuhnya iman dan ketakwaan di dalam hati, dan menjadi jalan datangnya cahaya ilmu dari sisi Allah.  Keimanan dan ketakwaan berkorelasi erat dengan kebahagiaan hidup. Baik yang bersifat materi maupun yang bersifat maknawi. Allah berfirman, “Jika sebuah penduduk negeri berriman dan bertakwa, maka akan aku bukakan keberkahan dalam hidup. Iman dan ketakwaan akan mendatangkan kesejahtrean dalam hidup.”

Kehancuran sebuah bangsa kerap dimulai dari kesewenang-wenangan segelintir orang, yang berkuasa  di negeri itu. Ketika Allah ingin menghancurkan sebiah negeri, maka Dia perintahkan orang yang hidup mewah di negeri itu untuk melakukan kedurhakaan, lalu Allah binasakan semua mereka.

Oleh karena itu, jangan tunda untuk bertaubat selagi kita diberi kesempatan. Sebelum segalanya berlalu, dan pertaubatan kita menjadi sia-sia belaka.  Wallau a’lam.