Tampilkan postingan dengan label khutbah Jumat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label khutbah Jumat. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 Oktober 2016

Khutbah Jumat Pilihan dengan Judul Dakwah Bil Hubb



Dakwah Bilhubb

Ma'syiral muslimin rahimakumullah,
Pada kesempatan ini marilah kita meningkatkan iman dan takwa kepada Allah, dengan senantiasa memperbanyak amal shaleh. Baik ibadah mahdah, pribadi, maupun ibadah-ibadah sosial. Dengan itu kita berharap semoga Allah memberikan bimbingan, taufik hidayah serta pengampunan kepada kita semua.
Tema kita pada kesempatan ini adalah mengenai dakwah dengan cinta (dakwah bilhubb). Dakwah artinya ajakan atau seruan kepada kebaikan, kepada jalan Tuhan. Dalam al-Quran dakwah merupakan panggilan untuk orang-orang beriman. Setiap orang beriman diwajibkan berdakwah. Jadi dakwah itu bukan hanya kewajiban para kyai, ulama, ustaz semata, namun kewajiban setiap individu Muslim sesuai tingkat kemampuan dan kesanggupan yang dimiliki. 

Dalam surat al-Anfal ayat 24 dikatakan: ya ayyuhalladzina amanu stajibu lillahi warrasulu idza da’akum lima yuhyikum. ”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.”
Ayat mengajak kepada setiap Muslim yang beriman untuk berdakwah. Mengajak kepada jalan Allah, panggilan kepada kemuliaan. Dalam ayat lain, dakwah disebut sebagai proses transformasi sosial. Pemberdayaan masyarakat menuju khairu ummah. Dalam surat Ali Imran ayat 110 disebutkan: kuntum khaira ummatin ukhrijat linnasi ta’muruna bilma’rufi watanhauna ’anil munkari. ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Yusuf Qaradhawi dalam bukunya, Dakwah di Era Global, mengatakan bahwa dakwah harus dilaksanakan dengan cinta dan kasih sayang (ad dakwah’ ilal hubb). Bukan dakwah untuk menanamkan kebencian atau permusuhan. Menurutnya, dakwah itu pada dasarnya mendekatkan manusia kepada Tuhan, kepada agama, kepada kemuliaan, kepada kebaikan. Jadi apabila dengan dakwah justru membuat manusia jauh dari agama, kebaikan, dan kemuliaan maka dakwah yang demikian itu keliru.
Dakwah kepada cinta, kebaikan, kemanusiaan tersebut dapat dijabarkan dalam tiga hal. Pertama, dakwah itu harus menanamkan cinta kepada Tuhan. Tujuannya untuk memperkuat akidah Islamiah. Mengapa menanamkan cinta kepada Allah. Menurut Qaradhawi karena Allah adalah sumber segala kebaikan dan kenikmatan (huwa masdarun ni’am). Pemberi segala kebaikan. Sebagaimana disebut dalam an-Nahl ayat 53. ”Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.”
Karena itu kita harus cinta kepada Allah. Dan dakwah harus menyadarkan itu supaya manusia tidak sombong. Dalam ayat lain dikatakan, ”dan Allah melimpahkan nikmat-Nya kepadamu lahir dan batin.” Semua kemuliaan, kenikmatan, sesungguhnya diberikan kepada Allah kepada kita. Karena itu kita tidak boleh lupa kepada-Nya.
Kedua, dakwah harus menanamkan cinta kepada alam semesta. Kita ketahui kerusakan alam di Indonesia, bahkan di negara-negara lain adalah buah dari sikap manusia yang tidak bersahabat terhadap alam. Akhirnya terjadilah bencana di sana sini. Seandainya manusia tidak membuat kerusakan niscaya bencana-bencana itu tidak akan terjadi.
Dalam memperlakukan alam, Islam memiliki pandangan yang berbeda dengan Barat. Dalam pandangan Barat alam dijadikan untuk ditaklukkan. Maka kerusakanlah yang terjadi dimana-mana. Dalam pandangan mereka, manusia adalah makhluk unggul. Sudah tidak saatnya manusia dikuasai oleh alam seperti pada zaman dahulu. Pikirian manusia tidak boleh dikungkung oleh persepsi bahwa alam ini maha segala-galanya. Maka lahirlah paham humanisme, paham yang mengajarkan keunggulan manusia. Ide inilah pada akhirnya mengilhami manusia menaklukkan alam. Sementara Islam menganggap alam laksana saudara. Ukhuwah sesama makhluk Allah. Karena itu kita disuruh bersahabat dengan alam. Dan sebagai khalifah fil ardh, manusia tidak hanya disuruh bersahabat, tetapi juga memelihara. Menjaga kelestarian alam. Dalam suatu riwayat, tutur Qaradhawi, ketika Nabi dalam suatu perjalanan ditemani para sahabat, bertemu dengan gunung Uhud. Kemudian Nabi berkata, ”Ini adalah Uhud, gunung yang mencintai kita dan kita mencintainya.”
Ketiga, dakwah itu harus menanamkan cinta kepada manusia dan kemanusiaan. Artinya, kita sangat berharap manusia memperoleh kebaikan. Kita ingin manusia mendapat bimbingan. Kita senang kalau saudara-saudara kita memperoleh kemuliaan. Dan menurut Qaradhawi mula-mula cinta kepada manusia dan kemanusiaan itu dimulai dari cinta kepada sesama kaum muslimin dan kemanusiaan secara umum, sejauh orang-orang itu tidak memusuhi kepada kita. Tidak mengusir kita dari rumah-rumah kita, dari kantor-kantor kita. Jadi tidak hanya ukhuwah islamiyah tetapi ukhuwah basyariah.
Tentang hal ini Qaradhawi mengutip satu hadis: ”Saat Nabi berdakwah beliau dilempari batu hingga beliau terluka. Maka oleh banyak orang beliau diminta mendoakan kehancuran kepada kaum yang menganiaya tersebut. Tapi Nabi menolak. Beliau berkata, ’Saya tidak mau melaknat kaum itu. Justru saya berharap kelak diantara mereka lahir orang-orang yang menyembah Allah yang Esa.’ Maka Nabi berdoa, ’Ya Allah, berilah petunjuk kaumku sesungguhnya mereka tidak tahu.”
Itu contoh dakwah persuasif, dakwah dengan cinta yang ditunjukkan oleh Rasulullah Saw. Dan dakwah seperti ini dilanjutkan oleh ulama-ulama berikutnya. Bahkan ditunjukkan oleh Imam Asyahid Hasan al-Banna. Dalam tulisannya beliau mengetakan: ”Saya akan memerangi manusia dengan cinta. Bukan dengan pedang.”
Semoga khutbah singkat ini menjadi renungan bagi kita semua. Amin.

Senin, 24 Oktober 2016

Khutbah Jumat Singkat dengan judul Obat Hati yang Resah



Ketika gangguan dan hambatan dari kafir Quraisy kian dahsyat, Rasulullah, sebagai manusia, merasa sangat gelisah. Pada saat itu, turunlah al-Quran surat al-Hijr ayat 97-99. “Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).”
Ada tiga tiga hal pokok dari ayat di atas. Pertama, perihal kegelisahan Nabi. Kedua, perihal petunjuk Allah menghilangkan kegelisahan jiwa. Ketiga, masalah hubungan agama (ibadah) dengan ketenangan jiwa.
Pertama, perihal kegelisahan Nabi. Dalam hal ini, apakah Nabi boleh gelisah. Tidak banyak ulama yang berani menyatakan pendapatnya. Meskipun dalam ayat di atas jelas disebutkan, bahwa Nabi mengalami sempit dada. Seorang pakar tafsir Ar-Razi mengatakan, dari sisi manusia tidak ada halangan bagi Nabi mengalami keresahan. Namun kata Ar-Razi, gelisahnya itu tidak lama-lama. Karena kemudian datang bimbingan dan petunjuk dari Allah. Dan bimbingan itu tidak hanya penting bagi Nabi Muhammad, tapi lebih penting lagi bagi umat manusia.



Kedua, berkaitan bimbingan Allah untuk menghilangkan keresahan jiwa. Ada empat ibadah yang diperintahkan supaya kita memiliki ketentraman batin. Pertama, bertasbih. Tasbih itu artinya mensucikan Allah, dengan melafalkan subhanallah. Namun perintah tasbih di ayat ini untuk menolak omongan orang kafir yang sesat. Maka diperintahkan supaya melakukan tasbih, yaitu mensucikan Allah dari tuduhan tidak benar. Menurut orang kafir, Allah itu tidak tunggal, tapi punya teman yaitu malaikat.  Menurut mereka malaikat itu perempuan. Maka dalam surat as-Shaffat Allah membantahnya, “Coba mereka tanyakan kepada mereka, apakah Allah punya anak perempuan sementara mereka mempunyai anak laki-laki.”  
Inti dari tasbih bukan pada pelafalan kata subhanallah, namun bagaimana membangun prasangka baik kepada Allah. Dalam bahasa agamanya adalah husnuzzan. Prasangka baik itulah yang menimbulkan ketenangan. Orang-orang beriman itu dilarang berprasangka buruk kepada Allah. Dalam sebuah hadis disebutkan, Allah mengikuti prasangka hamba-Nya.
Kedua, kita disuruh bertahmid.  Artinya, mengembalikan segala puji hanya bagi Allah. Sesungguhnya tahmid adalah kelanjutan dari tasbih. Orang tidak mungkin bisa bertahmid, mengembaliklan segala puji, kalau tidak bertasbih. Karena Allah maha suci maka segala puji dikembalikan pada Allah. Yang kemudian dilanjutkan takbir. Karena puji hanya bagi Allah, maka yang maha besar hanya Allah. Jadi, tasbih, tahmid dan takbir adalah psycological stage (tingakatan-tingkatan kejiwaan).  
Ketiga, banyak melakukan ibadah shalat. Insya Alalh orang yang rajin shalat terhindar dari penyakit batin dan keresahan jiwa. Dalam hadis-hadis shahih  dijelaskan, Rasulullah apabila menghadapi hal-hal besar beliau langsung melakukan ibadah shalat. Sesungguhnya dalam ajaran kerohanian Islam dilarang berkeluh kesah. Dalam Islam dianjurkan untuk berkeluh kesah pada yang punya manusia, yang menguasai alam jagat raya ini. Makanya, obat keresahan jiwa yang ketiga melakukan shalat.
Keempat, memiliki kesadaran takwa. “Sembahlah Tuhanmu sampai datang padamu kematian.” Ayat ini mengajak kita untuk melakukan kesadaran ketuhanan. Kesadaran bahwa Allah hadir  dan mengawasi setiap aktivitas kita. Kesadaran itulah yang mengendalikan diri  dari dosa dan maksiat.
Selanjutnya, apa hubungan antara ibadah dan ketentraman batin. Kata Ar- Razi, siapa yang melakukan ibadah empat di atas maka dia memperoleh ketenangan batin. Menurut para ahli, ibadah itu sesungguhnya fitrah. Artinya kebutuhan dasar setiap manusia yang tidak bisa dihindari. Orang yang melakukan ibadah akan terhindar dari penyakit kehampaan rohani.
Kedua, berdasarkan pengalamanan para sufi, ibadah itu memberikan sifat optimisme (raja). Orang yang melakukan ibadah maka timbullah harapan. Harapan untuk diampuni dosa-dosanya. Harapan untuk mendapatkan limpahan rahmat dan barakah. Kalau orang tidak pernah shalat tidak pernah lepas dari rahmat Allah. Senantiasa berada di jalan Tuhan.  Di dalam orbit Tuhan. Dekat dengan Allah. Dekat dengan sumber kedamaian itu.
Mudah-mudahan ibadah yang saat ini kita lakukan menjadi jalan kita menuju ketenangan jiwa. Amin.